Sabtu, 18 Mei 2013

Hukum Kekerabatan Adat


HUKUM KEKERABATAN ADAT

A.    Hubungan Anak dengan Orang Tuanya
Kelahiran anak dalam suatu perkawinan adalah penting bagi artinya sebuah keluarga. Karena anak kandung memang mempunyai kedudukan yang penting bagi tiap brayat atau somah. Biasanya anak kandung itu adalah penerus generasi dari keluarga tersebut, wadah dimana semua harapan orang tua tertumpu pada anak itu, sebagai pelindung orang tua apabila kelak orang tua sudah tidak kuat lagi jiwa dan raganya untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan dan juga sebagai pewaris dari semua harta kekayaannya.
Karena itu apabila sebuah keluarga tidak mempunyai anak kandung maka berbagai upaya diusahakan orang agar ia dapat melahirkan keturunan. Kalaupun tidak berhasil juga, maka orang berusaha mendapatkan anak baik dengan cara memelihara atau mengangkat anak untuk dijadikan anaknya.
Apabila seorang ibu sudah mulai mengandung, maka untuk menyongsong kelahiran si anak dan juga keselamatan si ibu maka banyak dilakukan upacara-upacara adat yang bersifat religio magis, antara lain:
a.       Ketika anak masih di dalam kandungan dan berumur 7 bulan dilakukan upacara tingkepan, dan pada umur 9 bulan diadakan upacara procodan
b.      Pada saat anak itu lahir dilakukan upacara penanaman ari-ari
c.       Pada hari kelima setelah lahirnya bayi maka diadakan upacara adat yang dinamakan sepasaran bayi
d.      Pada saat tali ari-ari putus maka diadakan sesaji agar anak itu selamat, dan anak mulai diberi nama
e.       Setelah anak berumur 40 hari maka dilakukan upacara cukur rambut bayi
f.       Ketika bayi berumur 7 bulan biasanya diadakan upacara tedak siti
Hal seperti diatas biasanya dilakukan untuk keselamatan anak agar terlepas dari gangguan alam sekitarnya maupun alam halus yang tidak kelihatan juga agar mendapat rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Akan tetapi dalam kelahiran seorang anak biasanya tidak semua kejadian berjalan normal, antara lain:
1.      Anak lahir diluar perkawinan
Pandangan untuk anak yang dilahirkan diluar perkawinan ini berbeda di setiap daerah. Untuk itu demi mencegah nasib jelek bagi si ibu dan anaknya maka ada baiknya di dalam masyarakat dikenal adanya lembaga-lembaga yang bermaksud melepaskan ibu dan anaknya dari nasib yang malang itu, antara lain dengan melakukannya upaya seperti kawin paksa dan kawin darurat.
2.      Anak yang lahir karena hubungan zina
Ada kemungkinan terjadinya seorang isteri yang sudah kawin sah dengan suaminya kemudian melakukan hubungan gelap dengan laki-laki lain. Apabila dari hubungan ini lahir seorang anak, maka menurut hukum adat anak yang lahir itu adalah anak dari suaminya. Kecuali apabila sang suami itu berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima, dapat menolak menjadi bapak anak yang dilahirkan oleh isterinya karena adanya hubungan zina itu. Menurut hukum adat rupanya tidak relevan, anak itu bertahan berapa lama sesudah berlangsungnya pernikahan.
3.      Anak yang lahir setelah perceraian
Anak yang dilahirkan setelah perkawinan putus, maka menurut hukum adat anak tersebut adalah masih anak bapaknya apabila kelahiran anak itu masih dalam batas-batas mengandung. Anak yang lahir dari selir ini mempunyai kedudukan dan hak yang tidak sama dengan anak-anak yang lahir dari isteri utama. Biasanya anak dari isteri utama mempunyai hak yang lebih banyak terutama terhadap harta warisan ayah dan hak atas martabat ayahnya.
Hubungan anak dengan orang tuanya itu menimbulkan akibat-akibat hukum sebagai berikut:
a.       Larangan kawin antara ayah dengan anak perempuan, dan antara ibu dengan anak laki-lakinya di sebuah wilayah hukum adat di Indonesia
b.      Kewajiban alimentasi dan hak untuk dipelihara secara timbal balik
c.       Jika sang ayah masih ada maka ia selalu bertindak selaku wali dari anak perempuannya pada upacara akad nikah yang dilakukan secara agama Islam
B.     Hubungan Anak dengan Kelompok-Kelompok Kerabat/Wangsanya
Dalam meninjau hubungan anak dengan kelompok-kelompok kerabat maka dapat dibedakan menjadi 4 jenis:
1.      Tata kewangsaan parental
Hubungan antara kelompok wangsa ayah dan anak adalah sama dengan hubungan wangsa ibu dengan anak yang bersangkutan. Ini terdapat di dalam tertib parental. Larangan dan kecenderungan kawin, hak waris, kewajiban memberi nafkah, semua hubungan itu berintensitas sama kedua jurusan
2.      Tata wangsa unilateral
Di sini dibedakan menjadi 2, yaitu kewangsaan patrilinial dan tata kewangsaan matrilineal. Disebut kewangsaan patrilineal apabila kerabat itu berasal dari leluhur yang berasal dari bapak leluhur bersama melalui garis pencar laki-laki. Disebut kewangsaan matrilineal apabila kerabat itu berasal dari leluhur yang berasal dari ibu leluhur bersama melalui garis pencar perempuan.
3.      Tata kewangsaan unilateral rangkap
Jika kedua prinsip tata kewangsaan khusus itu menyebabkan lahirnya kelompok-kelompok kewangsaan, yang menampakkan diri sebagai kesatuan-kesatuan sosial.
4.      Tata kewangsaan alternerond
Suatu bentuk kewangsaan apabila keturunannya dapat disusur melalui garis laki-laki atau perempuan, sesuai bentuk perkawinan orang tuanya. Bentuk ini terjadi bila dalam suatu masyarakat, bentuk perkawinan jujur dan kebiasaan perkawinan ambil anak jumlahnya sama banyak.
C.     Pemeliharaan Anak Yatim Piatu
Di dalam masyarakat yang bertata kewangsaan parental, apabila salah satu orang tua meninggal dunia maka yang melakukan kekuasaan orang tua ialah orang tua lainnya yang masih hidup.
Jika anak tersebut menjadi yatim-piatu artinya kedua orang tuanya sudah meninggal, maka yang melakukan kekuasaan orang tua adalah kerabat terdekat dari salah satu diantara kedua belah kelompok yang berkemampuan baik. Anak-anak yang sudah besar menetapkan sendiri pilihannya, apakah memilih kerabat dari ayahnya atau dari ibunya.
D.    Pengangkatan Anak/Adopsi
Keluarga tanpa anak melakukan adopsi terutama untuk memperoleh anak cucu yang meneruskan garis keturunannya sendiri, tapi juga untuk memperoleh tenaga kerja di rumah. Keluarga yang punya anak pun melakukan adopsi juga. Selain harapan untuk memperoleh anak sendiri kelak, adopsi juga dilakukan karena rasa kasihan kepada seorang anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya.

HUKUM TANAH ADAT

A.    Kedudukan Tanah dalam Hukum Adat
Negara kita adalah suatu negara agraris. Karena itu faktor tanah sangatlah penting. Di samping itu sifat masyarakat kita yang religio magis, maka unsur tanah memegang peranan yang dominan pula. Bagi Indonesia tanah mempunyai arti penting, antara lain:
a.       Sebagai sumber mata pencaharian
b.      Tanah merupakan tempat tinggal
c.       Tanah merupakan tempat pemakaman
d.      Tempat tinggal roh-roh halus
e.       Tanah merupakan harta kekayaan
f.       Tanah memberikan kenyamanan dan ketentraman bagi lingkungannya


B.     Hak Persekutuan Atas Tanah
Hubungan erat dan bersifat religio-magis menyebabkan persekutuan memperoleh hak untuk menguasai tanah dimaksud, memanfaatkan tanah itu, memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas tanah itu, juga berburu terhadap bianatang-binatang yang hidup di situ. Apakah yang menjadi objek hak ulayat yang merupakan hak persekutuan? Yang menjadi hak ulayat/ objek ulayat adalah :
a. tanah
b. air
c. tumbuh-tumbuhan yang hidup secara liar
d. binatang yang hidup liar
Persekutuan memelihara serta mempertahankan hak ulayatnya yaitu dengan cara :
1.   persekutuan berusaha meletakkan batas-batas disekeliling wilayah kekuasaannya itu.
2.   menunjuk pejabat-pejabat tertentu yang khusus bertugas menguasai wilayah kekuasaan persekutuan yang bersangkutan.
Hak ulayat sendiri dipengaruhi juga oleh kekuasaannya kerajaa-kerajaan dan kekuasaan pemerintah colonial Belanda. Pengaruh-pengaruh ini dibedakan menurut sifatnya ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Pengaruh menguntungkan pada umumnya berwujud sebagai perlindungan ataupun penegakkan hak ulayat suatu persekutuan terhadap tanah wilayahnya, sedangkan pengaruh yang merugikan dijumpai dalam tiga wujud, yaitu :
a. perkosaan
b. perlunakan
c. pembatasan
C.     Hak Perseorangan Atas Tanah
Harus diperhatikan bahwa hak perseorangan atas tanah, dibatasi oleh hak ulayat sebagai warga persekutuan tiap individu mempunyai hak untuk :
a. mengumpulkan hasil-hasil hutan
b. memburu binatang liar
c. mengambil hasil dari pohon-pohon yang tumbuh liar
d. mengusahakan untuk diurus selanjutnya suatu kolam ikan.
 Hak milik atas tanah daro seorang warga persekutuan yang membuka dan mengerjakan tanah itu pengertiannya adalah bahwa warga yang mendiami tanah itu berhak sepenuhnya kan tetapi dengan ketentuan wajib dihormati :
a. hak ulayat desa
b. kepentingan-kepentingan orang lain yang memiliki tanah
c. peraturan-peraturan adat seperti kewajiban memberi izin ternak orang lain masuk dalam tanah pertaniannya selama tanah itu tidak dipagari.
Hak usaha oleh Van Vollenhoven dinamakan hak menggarap kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pemilik hak usaha terhadap tuan tanah yang mempunyai hak eigendom atau tanah partikelir itu adalah :
a. membayar cukai
b. melakukan pekerjaan untuk keperluan tuan tanah.
D.    Transaksi-Transaksi Tanah
1.      Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum sepihak:
-          Pendirian suatu desa
-          Pembukaan tanah oleh seorang warga persekutuan
2.      Transaksi-transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum dua pihak. Transaksi jual menurut isinya dapat dibedakan menjadi 3 macam:
-          Menggadai
-          Jual lepas
-          Jual tahunan
E.     Pemindahan Hak Atas Tanah
Setiap subyek hukum baik sebagai pribadi kodrati maupun pribadi hukum, pada dasarnya mempunyai suatu kewenangan untuk memindahkan haknya atas tanah kepada fihak lainnya. Oleh sebab itu, maka didalam masyarakat hukum adat dikenal pula proses pemindahan hak atas lingkungan tanah.
Pemindahan hak atas tanah merupakan peristiwa hukum yang menimbulkan pemindahan hak dan kewajiban yang sifatnya tetap atau mungkin juga bersifat sementara.
F.      Hukum Benda Lepas atau Hukum Benda Bergerak
Menurut hukum adat, maka yang dinamakan sebagai benda lepas atau benda bergerak adalah benda-benda diluar tanah. Pada azasnya setiap warga suatu masyarakat hukum adat tertentu, dapat mempunyai hak milik atas rumah, tumbuh-tumbuhan, ternak, dan benda-benda lainnya. Mengenai rumah berlahu azas, bahwa hak milik atas rumah terpisah dengan hak milik atas tanah, dimana rumah tadi berada. Azas tersebut hidup di beberapa daerah di Indonesia, kecuali rumah-rumah batu yang anggap bersifat permanen.
Di daerah Kotabumi, dimana lebih banyak warga masyarakat yang sekaligus memiliki rumah dan tanahnya, maka apabila ada rumah di atas tanah orang lain, kedua belah fihak punya kewajiban-kewajiban tertentu, antara lain :
a.    Pemilik rumah harus membayar sewa tanah
b.    Apabila hendak menjual rumah, maka rumah tersebut harus ditawarkan terlebih dahulu kepada pemilik tanah
c. Kalau hendak menjual harus ditawarkan kepada pemilik tanah dan bila akan diwariskan harus memberitahukan pemilik tanah.
Azas yang sama berlaku pula bagi tumbuh-tumbuhan, dimana pengertian “numpang” dari pemilik rumah atau tumbuh-tumbuhan menunjukkan bahwa orang tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan tanah dimana rumah atau tumbuh-tumbuhan tersebut berada.
Mengenai hak-hak atas ternak khususnya mengeanai penjualan ternak di daerah Lampung dibedakan antara unggas dengan ternak besar (misalnya kerbau, sapi, dan lain-lain). Penjualan unggas tidak memerlukan syarat-syarat tertentu, sedangkan untuk ternak besar diperlukan izin kepala kampong yang dihadiri saksi-saksi, serta diperlukan pula surat resmi dari dinas kehewanan serta pembayaran pajak.
Perihal pemotongan hewan diperlukan aturan-aturan tertentu khususnya terhadap ternak besar. Untuk itu harus dilakukan upacara adat tertentu, dimana bagian-bagian tertentu dari bagian tersebut diberikan kepada seluruh warga kampong. Kalau hewan tersebut hendak dijual, maka izin sebagaimana dijelaskan dimuka juga berlaku.

PERSEKUTUAN HUKUM ADAT

Persekutuan adat adalah : Merupakan kesatuan-kesatuan yan mempunyai tata susunan xang teratur dan kekal serta memiliki pengurus sendiri dan kekayaan sendiri baik kekayaan materiil maupun imateriil. (Soeroyo W.P.)
Djaren Saragih mengatakan : Persekutuan hukum adalah : Sekelompok orang-orang sebagai satu kesatuan dalam susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik berwujud maupun tidak berwujud dan mendiami alam hidup diatas wilayah tertentu.
Van Vollenhoven mengartikan persekutuan hukum sebagai suatu masyarakat hukum yang menunjukkan pengertian-pengertian kesatuan-kesatuan manusia
yang mempunyai :
1.      Tata susunan yang teratur
2.      Daerah yang tetap
3.      Penguasa-penguasa atau pengurus
4.      Harta kekayaan

Beberapa contoh persekutuan hukum adalah :
Famili di Minangkabau :
Tata susunan yang tetap yang disebut rumah Jurai
- Pengurus sendiri yaitu yang diketuai oleh Penghulu Andiko, sedangkan
Jurai dikepalai oleh seorang Tungganai atau Mamak kepala waris.
- Harta pusaka sendiri
Terbentuknya Persekutuan Hukum ada tiga asas atau macam, yaitu :
1. Persekutuan Hukum Geneologis.
Yaitu yang berlandaskan kepada pertalian darah, keturunan.
Persekutuan Hukum Geneologisdibagi tiga macam :
a.    Pertalian darah menurut garis Bapak (Patrilineal) seperti Batak, Nias,
Sumba.
b.    Pertalian darah menrut garis Ibu (Matrilineal) seperti Minangkabau.
c.    Pertalian darah menurut garis Bapak dan Ibu (Unilateral) seperti di
Pulau Jawa, Aceh, Dayak.
2.  Persekutuan Hukum Territorial
Yaitu berdasarkan pada daerah tertentu atau wilayah.
Ada tiga macam persekutuan territorial yaitu :
a.    Persekutuan Desa: Yaitu orang-orang yang terikat dalam satu desa
b.    Peersekutuan Daerah
Dimana didalamnya terdapat beberapa desa yang masing-masing
mempunyai tata susunan sendiri.
c.    Perserikatan
Yaitu apabila beberapa persekutuan hukum yang berdekatan
mengadakan kesepakatan untuk memelihara kepentingan bersama,
seperti saluran air, pengairan, membentuk pengurus bersama.
Misalnya : Perserikatan huta-huta di Batak.
3.      Persekutuan Hukum Geneologis dan Territorial
Yaitu gabungan antara persekutuan geneologis dan territorial, misalnya di
Sumba, Seram. Buru, Minangkabau dan Renjang.
Setiap persekutuan hukum dipmpin oleh kepala persektuan, oleh karena itu
kepala persekutuan mempunyai tugas antara lain :
1.          Tindakan-tindakan mengeani tanah, seperti mengatur penggunaan
tanah, menjual, gadai, perjanjian-perjanjian mengenai tanah, agar
sesuai dengan hukum adat.
2.          Penyelenggaraan hukum yaitu pengawasan dan pembinaan hukum.
3.          Sebagai hakim perdamaian desa.
4.          Memelihara keseimbangan lahir dan batin
5.          Campur tangan dalam bidang perkawinan
Menjalankan tugasnya pemerintahannya secara demokrasi dan kekeluargaan

Pada dasarnya orang luar tidak diperkenankan masuk dalam persekutuan.
Masuknya orang luar dalam persekutuan ada beberapa macam, yaitu :
1.      Atas izin atau persetujuan kepala persekutuan
2.      Masuknya sebagai hamba
3.      Karena pertalian perkawinan
4.      Karena pengambilan anak





Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan


Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan
(AMDAL)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pola pemanfaatan sumberdaya alam seharusnya dapat memberikan akses kepada segenap masyarakat, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu, dengan demikian pola pemanfaatan sumberdaya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat, serta memikirkan dampak – dampak yang timbul akibat pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Untuk itu di perlukan suatu pemahaman yang cukup dalam menganalisis mengenai dampak tehadap lingkungan.
            Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
                  Untuk itu setiap kegiatan wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL). Kawasan lindung yang dimaksud adalah hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, kawasan sekitar waduk/danau, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka alam. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dahulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
1.2.Perumusan Masalah
1.2.1.   Apa yang menjadi dasar Hukum mengenai AMDAL ?
1.2.2.   Apakah yang dimaksud dengan AMDAL ?
1.2.3.   Bagaiman Tujuan, Fungsi dan Manfaat AMDAL ?
1.2.4.   Bagaimana Prosedur Pelaksanaan AMDAL ?
1.2.5.   Siapa sajakah pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan AMDAL ?
1.2.6.   Apa kaitan AMDAL dengan dokumen atau kajian lingkungan lain ?
1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1.   Untuk mengetahui apa dasar hokum yang mengatur mengenai AMDAL.
1.3.2.   Agar penulis mengetahui mengenai AMDAL.
1.3.3.   Agar mengetahui secara jelas mengenai tujuan, fungsi dan manfaat dari AMDAL.
1.3.4.   Untuk memahami prosedur pelaksanaan AMDAL.
1.3.5.   Untuk mengetahui pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan AMDAL.
1.3.6.   Agar penulis mengetahui kaitan antara AMDAL dengan dokumen atau kajian lingkungan yang lainnya.









BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Dasar Hukum AMDAL
                  Dalam pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL), diperlukan peraturan yang mengaturnya secara hokum dan memiliki kekuatan hokum. Peraturan tersebut di antaranya, yaitu :
1.   Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2.   Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL
3.   Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan / atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL
4.   Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL
5.   Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangungan Permukiman Terpadu
6.   Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan di Daerah Lahan Basah
7.   Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai AMDAL
8.   Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 41 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Amdal Kabupaten atau Kota
9.   Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 42 Tahun 2000 tentang Susunan Keanggotaan Komisi Penilai dan Tim Teknis Amdal Pusat
10.  Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 57 Tahun 1995 tentang Amdal Usaha atau Kegiatan terpadu / multisektor
11.  Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
12.  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Nomor 8 Tahun 2000 Tahun Keterbalitan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL
13.  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL
14.  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Nomor 105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL
15.  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Nomor 124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL
16.  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Nomor 229/Bapedal/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL
2.2. Pengertian AMDAL
           Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) adalah suatu system yang berasal dari Amerika Serikat yang diterapkan sebagai mekanisme untuk memaksakan (law enforce) implementasi Undang-Undang Nasional Kebijakan Lingkungan. Dalam Undang-Undang tersebut ditetapkan bahwa setiap tindak federal penting harus disertai Pernyataan Dampak Lingkungan (Environmental Impact Statement atau EIS). Environmental Impact Statement (EIS) dihasilkan melalui proses Environmental Impact Assessment (EIA).
                  Di Indonesia, Environmental Impact Statement (EIA) dikenal dengan istilah Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL). Pengertian AMDAL disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) adalah merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL sendiri merupakan suatu kajian mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan / proyek, yang dipakai pemerintah dalam memutuskan apakah suatu kegiatan/proyek layak atau tidak layak lingkungan. Kajian dampak positif dan negatif tersebut biasanya disusun dengan mempertimbangkan aspek fisik,kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat.
2.3. Tujuan, Fungsi dan Manfaat AMDAL
                  Tujuan dan sasaran AMDAL adalah Untuk menjamin agar suatu usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha atau kegiatan tersebut layak dari aspek lingkungan hidup. Pada hakikatnya diharapkan dengan melalui kajian Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL), kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan diharapkan mampu secara optimal meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan hidup yang negative, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien. AMDAL merupakan alat pengelolaan lingkungan hidup untuk:
    Menghindari dampak
a.       Apakah proyek dibutuhkan?
b.      Apakah proyek harus dilaksanakan saat ini?
c.       Apakah ada alternatif lokasi?

    Meminimalisasi dampak
a.     Mengurangi skala, besaran, ukuran
b.   Apakah ada alternatif untuk proses, desain, bahan baku, bahan bantu?
    Melakukan mitigasi/kompensasi dampak
a.    Memberikan kompensasi atau ganti rugi terhadap lingkungan yang rusak.
                   Sedangkan, Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan  (AMDAL) berfungsi sebagai penetapan pengambilan keputusan seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 PP 27 Tahun 1999, (AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan). Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi.
                  Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) , pada dasarnya memiliki tiga manfaat utama, yaitu :
              1. Pada Pemerintah
a. Sebagai alat pengambil keputusan tentang kelayakan lingkungan  dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
b. Merupakan bahan masukan dalam perencanaan pembangunan wilayah.
c. Mencegah potensi SDA di sekitar lokasi proyek tidak rusak dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.
              2. Pada Masyarakat
a. Dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya sehingga dapat mempersiapkan diri untuk berpartisipasi.
b. Mengetahui perubahan lingkungan yang akan terjadi dan manfaat serta kerugian akibat adanya suatu kegiatan.
c. Mengetahui hak dan kewajibannya di dalam hubungan dengan usaha dan/atau kegiatan di dalam menjaga dan mengelola kualitas lingkungan.
        3.Pada Pemrakarsa
a. Untuk mengetahui masalahmasalah lingkungan yang akan dihadapi pada masa yang akan datang.
b. Sebagai bahan untuk analisis pengelolaan dansasaran proyek.
c. Sebagai pedoman untuk pelaksanaan pengelolaandan pemantauan lingkungan hidup.
                  Selain manfaat – manfaat di atas AMDAL juga sering di gunakan sebagai :
a.       AMDAL sebagai Environmental Safeguards
     AMDAL digunakan sebagai Environmental safeguards atau upaya perlindungan lingkungan dari berbagai jenis kegiatan eksploitasi sumber daya alam baik yang di lakukan masyarakat lokal maupun pemerintah sehingga  tecapai suatu tujuan yaitu :
-       Output SDS yang efesien
-       SDA yang berkelanjutan
-       Konservasi kawasan lindung
b.      Pengembangan wilayah
Manfaat AMDAL dalam Pengembangan Wilayah yaitu :
                  Ayat (2) PP 27/1999:
        “Hasil Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah.”
c.       Manfaat AMDAL dalam Cegah, Kendali dan Pantau Dampak
        Hasil AMDAL memberikan pedoman upaya pencegahan,   pengendalian dan pemantauan dampak lingkungan.
d.      AMDAL sebagai Prasyarat Utang
            Banyak debitur yang tidak dapat mengembalikan utang hal  ini dikarenakan berbagai masalah, salah satunya mengenai masalah lingkungan. Sehingga dalam peberian kredit atau utang di perlukan analisa apakah debitur tesebut akan mengalami masalah di bidang lingkungan atau  tidak.
2.4. Prosedur AMDAL
        Prosedur Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL), terdiri dari :
1.   Penapisan (screening) wajib AMDAL
            Menentukan apakah suatu rencana usaha / kegiatan wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) atau tidak. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001, terdapat beberapa rencana usaha dan bidang kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, yaitu :
a.       Pertahanan dan keamanan
b.      Pertanian
c.       Perikanan
d.      Kehutanan
e.       Kesehatan
f.       Perhubungan
g.      Teknologi satelit
h.      Perindustrian
i.        Prasarana wilayah
j.        Energi dan Sumber Daya Mineral
k.      Pariwisata
l.        Pengembangan nuklir
m.    Pengelolaan limbah B3
n.      Rekayasa genetika
Kegiatan yang tidak tercantum dalam daftar wajib Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL), tetapi lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung, termasuk dalam kategori menimbulkan dampak penting, dan wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL). Kawasan lindung yang dimaksud adalah hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, kawasan sekitar waduk/danau, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka alam.
2.   Proses Pengumuman dan Konsultasi Masyarakat
            Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dahulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
3.   Proses Pelingkupan (Scoping)
            Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan.
Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap Iingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi,menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dan proses pelingkupan adalah dokumen    KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus
menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.
4.   Proses Penyusunan dan Penilaian KA-ANDAL
         Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan). Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya. Apabila dalam 75 hari komisi penilai tidak menerbitkan hasil penilaian, maka komisi penilai dianggap telah menerima kerangka acuan.
5.   Proses Penyusunan dan Penilaian ANDAL, RKL dan RPL
         Proses penyusunan ANDAL,RKL dan RPL, dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL,RKL dan RPL kepada Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL,RKL dan RPL adalah 75 hari di luar wakt yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
2.5. Pihak-Pihak yang terlibat dalam AMDAL
                 Pihak-pihak yang terlibat dalam proses Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) adalah Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL), pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.
                 Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) adalah Komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementrian Lingkungan Hidup, di Tingkat Provinsi berkedudukan di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPELDADA) / Instansi Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten / Kota.
                 Unsur  pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL, ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) di Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
                 Pemrakarsa adalah orang atau badan hokum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Sedangkan, masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusam dalam proses Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut : kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh social budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya.
2.6. Kaitan AMDAL dengan dokumen atau kajian lingkungan lain
      a. AMDAL dengan UKL/UPL
                        Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.
b.AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib
   Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan. Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.
c.       AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
         Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan.
            Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki” ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL. Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.







BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) adalah suatu system yang berasal dari Amerika Serikat yang diterapkan sebagai mekanisme untuk memaksakan (law enforce) implementasi Undang-Undang Nasional Kebijakan Lingkungan. Dalam Undang-Undang tersebut ditetapkan bahwa setiap tindak federal penting harus disertai Pernyataan Dampak Lingkungan (Environmental Impact Statement atau EIS). Environmental Impact Statement (EIS) dihasilkan melalui proses Environmental Impact Assessment (EIA).
                  Tujuan dan sasaran AMDAL adalah Untuk menjamin agar suatu usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha atau kegiatan tersebut layak dari aspek lingkungan hidup.
                   Sedangkan, Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan  (AMDAL) berfungsi sebagai penetapan pengambilan keputusan seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 PP 27 Tahun 1999, (AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan). Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi.
            Prosedur Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL), terdiri dari :
1.      Penapisan (screening) wajib AMDAL
           Menentukan apakah suatu rencana usaha / kegiatan wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) atau tidak.
2.      Proses Pengumuman dan Konsultasi Masyarakat
           Pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dahulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
3.      Proses Pelingkupan (Scoping)
      Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan.Hasil akhir dan proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.
4.      Proses Penyusunan dan Penilaian KA-ANDAL
      Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan). Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) untuk dinilai.
5.      Proses Penyusunan dan Penilaian ANDAL, RKL dan RPL
      Proses penyusunan ANDAL,RKL dan RPL, dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL,RKL dan RPL kepada Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) untuk dinilai.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL) adalah Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan (AMDAL), pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.


AMDAL juga memiliki keterkaitan dengan dokumen atau kajian lain mengenai lingkungan, yakni :
a. AMDAL dengan UKL/UPL
                           Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.
b.   AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib
Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.


DAFTAR PUSTAKA

Benidiktus Sihotang.2010.Amdal Pada Bidang Pertambangan.Ide Elok. (Online). (http://ideelok.com , diakses tanggal 2 Oktober 2011).

Endang Komarudin .2010.AMDAL.Facebook. (Online). (http://facebook.com  , diakses tanggal 2 Oktober 2011 ).

Koesnadi Hardjasoemantri.1988.Hukum Tata Lingkungan.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Munif A.2009.Pengantar Mengenai Analisis Mengenai Dampak Akan Lingkungan. Blog Kesehatan Masyarakat. (Online). (http:// http://environmentalsanitation.wordpress.com , diakses tanggal 2 Oktober 2011).